Selamat datang di Novo Olshop ! Pilih barang yang anda inginkan dan sms atau WA ke 0838 4000 1415

Senin, 29 Mei 2017

Misteri Candi Selogriyo

Candi Selogriyo merupakan candi peninggalan agama Hindu di Dusun Campur Rejo, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.  Candi ini diperkirakan dibangun sejaman dengan candi dataran Dieng yaitu pada abad 8 – 9 Masehi oleh wangsa Sanjaya jaman kerajaan Mataram Kuno. Berdasarkan penuturan turun temurun, para prajurit Kediri yang kalah perang bersembunyi di tempat ini karena lokasinya jauh dari pemukiman namun mempunyai ketersediaan pangan. 
Candi Hindu ini dinamai Selogriyo oleh penduduk setempat sejak jaman dulu.  Selo berarti batu sedangkan griyo berarti rumah.  Jadi, Selogriyo bermakna rumah batu.  Penamaan Selogriyo diperkirakan jauh setelah masa kejayaan Hindu dan candi telah ditinggalkan penganutnya.  Bangunan batu di hutan dianggap seperti sebuah rumah dari batu.  Sangat berbeda dengan candi-candi lain yang meski masyarakat tidak mengetahui nama aslinya namun selalu menyematkan kata candi di depannya (candi Asu, candi Lumbung, candi Mendut, dll).
Candi Selogriyo saat ini dapat ditempuh dengan sepeda motor sejauh kurang lebih 2 kilometer dari desa terakhir.  Bagi yang ingin menikmati perjalanan dengan pemandangan sawah terassiring biasanya memilih berjalan kaki sambil menikmati bentangan alam yang indah.  Candi Selogriyo memiliki banyak keunikan yang akan dijelaskan lebih lanjut di bagian bawah.

PENEMUAN CANDI


Sebagaimana umumnya sejarah penemuan candi-candi di Indonesia, candi Selogriyo tidak pernah hilang karena telah diketahui keberadaannya oleh masyarakat setempat.  Keberadaan candi Selogriyo tersebar ke khalayak luas setelah dilaporkan oleh Residen Hartmann di masa penjajahan Belanda tahun 1835.  Lima tahun kemudian tepatnya bulan April 1840, candi ini sempat didokumentasikan oleh Franz Wilhelm Junghuhn dalam bentuk sketsa lithografi saat melakukan ekspedisi botani pertama di pulau Jawa.  Candi Selogriyo pada tahun itu masih cukup baik dengan hamparan paving stone di halaman depan dan tangga naik persis di depan candi.  Di kanan kiri tangga ada beberapa arca berbentuk hewan. Ada pula sebuah lingga yang tidak menutup kemungkinan merupakan lingga prasasti. Junghuhn tidak begitu concern dengan epigrafi sehingga tidak memperhatikan apakah pada lingga tersebut terdapat ukiran tulisan ataukah tidak.  Bagian depan candi Selogriyo tersebut kini telah musnah tidak diketahui keberadaannya.  Meski telah ditemukan sejak 1835, candi Selogriyo baru ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya pada tahun 2010 dengan nomor penetapan PM.57/PW.007/MKP/2010.



LOKASI
Salah satu keunikan candi Selogriyo yang berkoordinat 7,423611°LS 110,153611°BT (7” 36’ 16,000 LS 110* 16’ 20,000* BT)   adalah seakan-akan dilindungi oleh 3 bukit yaitu Giyanti, Condong, dan Malang.  Jarang sekali sebuah candi dibangun di ceruk tiga bukit semacam ini.  Ada dua gunung besar di dekatnya (gunung Sumbing dan gunung Sindoro) namun candi Selogriyo justru menghadap ke gunung yang jauh yaitu ke timur (arah Merapi – Merbabu).  Diperkirakan, nenek moyang menemukan beberapa fenomena di lokasi ini yaitu arah hadap ke timur sesuai syarat pembuatan candi hindu, menghadap ke gunung sesuai kepercayaan Jawa kuno, terlindungi tiga bukit dari “serangan” gunung berapi Sumbing dan Sindoro yang saat itu masih aktif, ketersediaan bahan baku batu yang melimpah, dan adanya aliran air untuk bercocok tanam sebagai biaya pemeliharaan candi.  Area candi Selogriyo memang kaya akan batu.  Sayangnya struktur tanah setempat sangat rawan longsor.  Tidak terhitung longsor kecil maupun besar yang terjadi di daerah candi hingga desa Kembang Kuning di bawahnya.  Fenomona longsor di area candi Selogriyo diakibatkan akumulasi air di bagian kaki lereng.  Penyebab utama keruntuhan lereng di lokasi Candi Selogriyo adalah bangunan pelimpah konstruksi pengambilan air (capturing) yang terletak di sebelah hulu Candi Selogriyo tidak mampu mengalirkan air yang melimpah ke sungai torrencial, sehingga air menyebar secara horizontal.

ARAH HADAP
Seperti telah disebutkan sebelumnya, candi Selogriyo mempunyai kesamaan arah hadapnya yaitu menghadap ke arah timur.  Tepat di hadapannya, terdapat hamparan lembah memanjang barat - timur yang saat ini ditanami padi dengan sistem sawah terassiring.  Pada masa Mataram Kuno, di lembah Selogriyo telah ditanami padi dengan varietas yang saat ini telah musnah. Jauh di hadapan candi Selogriyo berdiri kokoh gunung Merapi, Merapi, Andong, dan Telomoyo.  Apabila diperhatikan lebih lanjut, arah candi menghadap ke gunung Merapi. Pemandangan sunrise dari candi ini sangat indah karena matahari muncul dari balik gunung Merapi - Merbabu dengan hawa dingin yang segar. 


KETINGGIAN
Candi Selogriyo saat ini berada di dataran kecil seluas 300 meter persegi dari keseluruhan luas tanah pemkab 1.195 meter persegi.  Ketinggian lokasi masih sama dengan keadaan semula yaitu 740 mdpl. 

PRASASTI
Candi Selogriyo merupakan satu dari banyak candi yang tidak ditemukan prasasti di dekatnya.  Tidak diketahui secara pasti kapan berdirinya bangunan keagamaan ini namun secara ciri arkeologis diperkirakan sejaman dengan candi di Dieng di abad 8 – 9 Masehi. Tidak menutup kemungkinan adanya prasasti di depan candi namun hilang terkena longsor seperti yang terjadi pada prasasti Canggal setelah terjungkal kebawah . 
Meski tidak ditemukan prasasti in situ, dalam prasasti Mantyasih 1 tahun 907 M disebutkan adanya desa Kuning yang saat itu mendapatkan gangguan keamanan dari penjahat dan hewan liar (muang sangka yan antaralika katakutan ikanang wanua ing kuning.  Sinarabharanta ikanang patih rumakea ikanang hawan).  Desa Kuning disini diperkirakan adalah desa Kembang Kuning.  Adapun candi Selogriya menurut epigraf M.M. Sukarto K. Atmodjo merupakan candi yang saat itu disebut dengan Silabhedeswara, yaitu satu dari lima candi yang penduduk Mantyasih harus melakukan kebaktian setahun sekali disana (lain sangke kapujan bhatara i malangkuseswara, ing puteswar, i kutusan, i silabhedeswara, i tuleswara, ing pratiwarsa).
Apabila benar candi Selogriyo merupakan candi yang saat itu disebut Silabhedeswara, maka candi Selogriyo telah berdiri sebelum tahun 907 Masehi.   

PEMUGARAN
Candi Selogriyo berada di lokasi rawan longsor sehingga saat ini harus diikat menggunakan pengikat khusus agar badan candi tidak mudah runtuh.  Candi ini tercatat pernah runtuh pada musim penghujan bulan Desember 1998.  Reruntuhan harus dipindah ke bawah bukit dan tumpukan batu di bawah mengalami vandalisme disana-sini.  Pemugaran baru selesai tahun 2005.  Lokasi candi saat ini dimundurkan dari lokasinya semula di bibir bukit agar aman dari longsor.  Diperkirakan halaman candi semula cukup luas namun di bagian depan telah longsor sementara di sekeliling belakang candi juga terkena longsoran bukit di sekitarnya sehingga halaman candi menyempit. 
Jauh sebelum runtuh tahun 1998, sebenarnya candi Selogriyo pernah runtuh pada tahun 1957 namun tidak dilaporkan secara resmi.  Mungkin karena masa awal kemerdekaan membuat administrasi kepemerintahan belum cukup sempurna.  Pada saat keruntuhan 1957 itu, tembok candi runtuh dan ditemukan beberapa relik.

ARSITEKTUR
Arsitektur candi Selogriyo mempunyai keunikan dibanding candi corak Hindu lainnya, yaitu tidak mempunyai candi Perwara dan tidak mempunyai tangga naik.  Pada umumnya, candi Hindu mempunyai tangga naik namun tidak dengan candi Selogriyo yang pintu masuknya sangat pendek dekat dengan tanah tempat berdirinya.
Dimensi
Kemuncak Amalaka (Keben
Arsitektur atap candi Selogriyo mempunyai dua tingkatan.  Tingkatan pertama berbentuk bujur sangkar 5,6 m x 5,6 m.  pada tiap sisinya ada batu berbentuk persegi yang menonjol di atap.  Fungsinya adalah sebagai alas menara puncak yang berbentuk seperti lingga.  Di bagian tengahnya terdapat antefiks tanpa hiasan.
Dimensi Bujursangkar
Pada tingkatan kedua bagian atap, di bagian tengahnya terdapat menara puncak dengan bentuk melingkar sebagai alas lingga di puncaknya.  Kemuncak candinya itu sendiri berbentuk buah keben yang disebut amalaka. Denah candi Selogriyo berbentuk bujur sangkar berukuran 4,2 m x 4,2 m dengan tinggi 4,96 m.  Bingkai candi pada bagian subasemen candi berupa bingkai sisi genta dan patta (rata).

Relung
Candi Selogriyo mempunyai lima relung yaitu masing-masing satu di sisi barat, selatan, utara dan dua di sisi timur (kiri – kanan pintu).  Pada relung utara terdapat arca Durga Mahisasuramardini.  Pada relung barat terdapat arca Ganesha.  Pada relung selatan terdapat arca Rsi Agastya.  Sedangkan pada sisi timur, terdapat arca Nandishwara di kanan dan Mahakala di kiri.  Ada dua arca di bagian timur yang hilang kepalanya setelah tahun 1890 sementara dua arca lainnya (di barat dan utara) hilang setelah 1953.  Sebagian masyarakat memang sering menjadikan kepala arca sebagai koleksi khusus di rumahnya.

Bilik Utama
Pada candi Hindu, bilik utama biasanya berisi lingga dan yoni.  Pada saat ditemukan, di bilik utama candi Selogriyo sudah tidak ditemukan lingga dan yoni. 

TEMUAN ARKEOLOGIS
Candi Hindu dibangun menggunakan panduan khusus dari India yang mencakup ukuran bilik utama (garbagraha) dan apa yang ada di dalamnya maupun di bawahnya.  Candi Selogriyo mempunyai beberapa penyimpangan dibanding candi-candi Hindu lainnya.
Temuan arkeologis yang menarik di candi Selogriyo adalah lima kotak batu putih berongga yang sering disebut kotak peripih dan ada yang menyebutnya sebagai kotak abu (jenazah raja).  Mereka ditemukan tersembunyi di empat sudut candi dan di tengah dinding utara bagian bawah (di level lantai).  Anehnya, tidak ditemukan kotak di tengah candi dan tidak ditemukan sumuran sebagaimana umumnya.  Kondisi tersebut merupakan penyimpangan dari aturan baku pembuatan candi Hindu.
Di dalam kotak peripih Selogriyo ditemukan periuk perunggu berisi potongan lembaran emas, lembaran perunggu, batu semi mulia, beras, jelai, ramuan rempah-rempah, gabah millet, cengkih, daun pisang sebagai pembungkus, dan fragmen tulang.  Selain itu, di bawah arca Durga di relung utara ditemukan lembaran emas.  Di relung lainnya tidak ditemukan apa-apa namun terlihat bahwa bagian bawah masing-masing arca sudah tidak sesuai lagi penempatannya alias telah diambil oleh pemburu harta karun. 
Fakta ditemukannya peripih di empat sudut dan satu di tengah dinding bagian bawah tersebut menimbulkan pertanyaan apakah di ketiga dinding lainnya pada awalnya juga terdapat peripih.  Penempatan kotak peripih di delapan penjuru mata angin pernah ditemukan di candi Bukit Batu di Kedah Malaysia sehingga dengan banyaknya paving batu candi Selogriyo yang hilang antara tahun 1840 – 1953, diperkirakan ketiga peripih lainnya telah diambil orang.  Kotak peripih yang ditemukan disimpan di Museum Nasional di Jakarta dengan nomor 6191 – 6177, 6251 – 6257, dan 6518 – 6522.  Yang lainnya ada di kantor Institute Arkeologi Prambanan.
Pada candi Bukit Batu juga tidak ditemukan sumuran, sedangkan lembaran emas dalam peripih berbentuk dewi Parwati.  Sayangnya lembaran emas dan perunggu di candi Selogriyo tidak dijelaskan berbentuk apa.  Penempatan kotak peripih di delapan penjuru mata angin merupakan aplikasi teori Mandala dan adanya lembaran emas berbentuk dewa-dewi dianggap sebagai salah satu ciri Tantrayana.  Siwa Tantra dan Budha Tantra memiliki sedikit hubungan.  Karena di candi Selogriyo terdapat arca Durga Mahisasuramardhini dan arca Hindu lainnya, maka candi Selogriyo bisa disebut sebagai candi Siwa Tantra.  Durga Mahisasuramardhini di candi Selogriyo merupakan parswadewata yang di India sering difungsikan sebagai dewi pelindung biji-bijian, sesuai dengan area agraris di sekitar candi Selogriyo.

MAKNA
Makna mempelajari sejarah dan arkeologi dalam hal ini candi Selogriyo adalah, bahwa di pelosok hutan desa Kuning pada jaman dahulu telah ada peradaban.  Saat itu kebetulan agama Hindu sedang menjadi agama mayoritas.  Datangnya ajaran-ajaran baru ke area ini tidak menimbulkan pergolakan.  Saat ini bahkan yang menjaga bangunan peninggalan Hindu bukanlah penganut Hindu melainkan masyarakat umum yang berbeda agama. Karena itu, menjaga kerukunan antar agama merupakan budaya yang perlu kita lestarikan bersama.

(Novo Indarto)

2 komentar:

  1. Terima kasih mas Novo
    Cerita mengenai candi Selogriyo yang saya baca paling lengkap.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sama2...maaf sangat slow respon.

      Hapus